Kenangan bersama Ayah

Kenangan bersama Ayah

Dua puluh tahun sudah kini telah berlalu. Terlewati tanpa pernah terasa dan berlalu begitu cepat. Waktu seperti berlari kencang meninggalkan setiap kenangan-kenangan indah di masa lalu.

Aku terlahir ditengah-tengah keluarga yang cukup bahagia. Namun, kebahagiaanku setelah terlahir cukup aku rasakan hanya beberapa tahun saja. Tiga tahun umurku, ayah pergi meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Hari terlewatkan begitu saja tanpa kusadari bahwa aku pernah memiliki seorang ayah seperti dirinya.

Aku tak pernah tahu sosok ayah seperti apa dan bagaimana. Apakah dia sayang kepadaku ataukah memang dia tak mempedulikan aku. Tapi, aku percaya tak ada ayah manapun yang tak sayang kepada anaknya. Namun demikian, aku yakin ayahku pergi karena Tuhan begitu sangat menyayanginya dan memanggilnya untuk menghadapNya lebih cepat, dengan begitu aku percaya bahwa ayahku adalah sosok ayah yang begitu baik dan penyayang.

Keanehan mulai menyergapi pikiran dan hati. Aneh memang begitu adanya. Aku tak pernah ingat kenangan-kenangan bersama ayah. Saat dimana aku  terlahir ke dunia, aku tak ingat bahwa ayah pernah mengumandangkan adzan dan iqamah di telinga kanan dan kiri ku. Saat dimana aku tumbuh menjadi anak balita, aku pun tak pernah tahu dan tak pernah merasakan hangatnya pelukan dan kecupan manja di jidat dan pipiku. Aku pun tak tahu apa aku dahulu pernah mengucapkan kata 'bapak' atau 'papa' entah apapun itu sebutannya kepada ayahku. Aku tak pernah tahu sosok wajah ayah seperti apa, bahkan hanya sekedar datang ke dalam mimpiku dia tak pernah hadir. Walaupun aku sering memohon kepada Tuhan agar dapat mempertemukan kami meskipun hanya di dalam mimpi. 

Aku terkadang merasa iri melihat anak lain yang masih mempunyai ayah. Di setiap sore di sepulang kerja ayah mereka, mereka senantiasa bersuka ria memanggil-manggil ayah mereka seraya menyambut kedatangannya. Di akhir pekan, mereka selalu berkumpul bersama keluarga utuh bersama ayah mereka dan terkadang ayah mereka selalu membawa mereka untuk pergi jalan-jalan walaupun hanya sekedar makan angin. Aku melihat di wajah mereka, sungguh begitu sumringah dan bahagianya mereka bisa menikmati dan melalui hari-hari dengan kebersamaan dan kekeluargaan yang penuh dengan kehangatan. Ah, tetapi untuk apa keirianku ini hanya akan membuat ku tersiksa saja.

Dengan kepolosanku, seorang anak kecil yang mendambakan ayah yang hadir dalam kehidupanku. Suatu hari aku pernah menanyakan keberadaan ayah kepada ibuku. Dengan bijaknya ibu selalu menjawab, “ Ayahmu, sedang berjualan kapuk “, tegasnya meyakinkan. Aku pun percaya pada perkataan ibuku, seakan-akan bahwa suatu saat nanti ayah akan datang dan kembali ke rumah serta hadir dalam kehidupanku. Tetapi, di setiap hari raya tiba ibu selalu membawaku berkunjung ke sebuah makam di kampungku. Aku tidak pernah tahu makam siapa itu, aku hanya turut serta berziarah sebagai tradisi di hari raya.

Sampai di suatu titik, aku mengingat sesuatu yang tak pernah aku sadari sebelumnya. Ya, aku pernah mengucapkan kata 'bapak' kepada ayahku. Aku pernah melihat betapa tegarnya ibuku. Aku ingat diwaktu itu, aku pernah menyaksikan bahwa aku pernah melihat sesosok laki-laki yang terbungkus kain putih, disumpal dengan kapas-kapas putih dibungkus hingga aku tak bisa melihat wajah dan tubuhnya. Dan yang aku tahu bahwa sosok lelaki yang terbungkus kain putih itu adalah ayahku. Karena seingatku, aku pernah mengucapkan kata-kata ini kepada ibuku, “ Ma, Bapak udah kayak bantal guling ya Ma? “, tanyaku dengan polosnya. Ibu hanya tersenyum berusaha untuk terus menghiburku yang tak tahu apa-apa saat itu. Kalau kala itu aku sudah mengerti, aku ingin berkata, “ Ma, taruh saja bantal guling itu di kamarku agar setiap saat Aku bisa memeluk Bapak “. Namun itu hanya imajinasi ku saja. Aku tersadar bahwa ayah tak mungkin lagi hadir dalam kehidupanku. Dan mungkin itulah kenangan yang pertama dan terakhir aku bersama ayahku. Kenangan dimana ayah benar-benar akan pergi jauh meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Akhirnya, cukuplah doa’ ku panjatkan kepada Tuhan sebagai pengikat hati dua insan yang takkan mungkin bisa bersatu terpisahkan oleh ruang dan waktu dan sebagai pengobat rindu hingga kelak nanti kami akan dipertemukan di tempat terindah di sisi Tuhan.

Comments

Popular posts from this blog

Catatan kecil dari hati sanubari seorang hamba dalam menemukan cinta yang sejati dari Sang Ilahi

Gempa Nestapa di Bumi Nusantara

Gagal, Gagal dan Gagal lagi! Apa yang Membuat Gue Kuat Sampai Detik Ini?